SERAMBINEWS.COM -
Bangsa Indonesia nyaris kehilangan budaya malu, disebabkan untuk mengukur
kemajuan atau sukses suatu bangsa lebih menggunakan pendekatan pada sumber
daya, kesukuan dengan menjauhkan budaya hidup positif dalam kehidupan
sehari-hari.
Sukses suatu organisasi, negara dan
seseorang sesungguhnya juga ditentukan pada budaya hidup, bukan pada kemampuan
tingkat kecerdasan, warna kulit dan sumber daya alam yang dimiliki, kata
trainer leadership Imam Muhtadi pada pelatihan pembinaan mental bagi pegawai
Biro Kepegawaian Kementerian Agama di Hotel Salak, Bogor, Kamis. Sekitar 150
orang hadir pada kegiatan itu.
Imam Muhta menambahkan, Budaya hidup
sangat menentukan bagi kemajuan suatu bangsa. Budaya malu perlu dikedepankan,
sebab seberapa besar tingkat kesalahan seseorang akan mempengaruhi kinerja
suatu organisasi. Jika yang bersangkutan salah, lantas mundur dan melepas
jabatannya merupakan sikap terpuji sebelum ke depannya merugikan banyak orang.
Hal itu bisa dilihat dari budaya
malu di Jepang. Orang setingkat menteri saja mundur karena berbuat salah. Tanpa
diminta. Bahkan ada yang melakukan harakiri atau bunuh diri, karena budaya malu
demikian kuat. Di negeri itu juga orang menghormati orang tua, di kantor maupun
di rumah, seperti yang di tulis di website Resmi kemenag.
Jika dilihat dari fenomena yang ada
di tanah air, budaya malu benar-benar diabaikan. Seseorang baru mundur dan
melepaskan jabatannya setelah masuk bui. Dipaksa untuk mundur. Padahal, dalam
Islam, mengejar jabatan sangat dijauhkan. Karena jabatan yang diemban itu
melekat tanggung jawab yang diamanahkan kepadanya. Amanah itu harus
dipertanggungjawabkan, katanya.
Sukses seseorang atau suatu negara,
lanjut Imam, juga bukan tergantung pada warna kulit, usia dan kepandaian.
Negara Mesir tergolong tua, warganya juga banyak yang pandai. Tapi, jika
dilihat dan dibanding negara lain, Mesir ternyata tak tergolong negara
maju-maju amat, kata trainer asal Kwitang, Jakarta itu.
Kunci sukses, kata dia, harus ikhlas
dalam menjalani hidup. Harus bijak dalam mengelola pikiran dan berfikir selalu
terbuka (open mind), hindari komplain, banyak bersyukur, respek pada orang lain
dan tumbukan kebersamaan dalam bekerja.
Sementara itu, Kepala Biro
Kepegawaian Dr. H. Mahsusi MM dalam sambutannya seusai mendengarkan ceramah
berharap agar seluruh karyawan biro kepegawaian dapat mengamalkan butir-butir
yang disampaikan penceramah. Bersikap jujur dan kebersamaan perlu dikedepankan.
Terlebih lagi, memasuki Ramadhan,
hendaknya pesan dari penceramah dapat menjadi inspirasi untuk dapat bekerja
lebih giat bekerja. Bekerja harus sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang
berlaku, berdisiplin serta penuh semangat. Dalam kaitan Ramadhan, ia pun berpesan
agar seluruh karyawan membuka diri untuk saling bermaafan.
“Jika ada yang masih beku, hendaknya mulai sekarang segera
dapat mencair. Sehingga kedepan semua bisa melangkah kedalam suasana lebih baik
lagi,” ujar Mahsusi.
Sumber : serambinews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar