Sodahead |
Laporan : Halim El Bambi
SERAMBINEWS.COM - Dr Wilfried Hoffman, sebelumnya lahir sebagai seorang Katolik di Jerman pada tahun 1931. Ia lulus dari Union College di New York dan menyelesaikan studi hukum di Universitas München, Jerman dimana ia selanjutnya mendapat gelar doktor untuk ilmu hukum pada tahun 1957.
Hoffman sempat menjadi asisten peneliti untuk reformasi prosedur sipil federal, dan pada tahun 1960 menerima gelar master hukum dari Harvard. Dia adalah Direktur Informasi untuk NATO di Brussels dari tahun 1983 - 1987. Pernah ditempatkan sebagai duta besar Jerman untuk Aljazair pada tahun 1987 dan kemudian ke Maroko pada tahun 1990, disini dia menjabat selama empat tahun. Artinya, pemerintah Jerman jelas sangat mengenal Hoffman sebagai sosok 'anak bangsa yang membanggakan' negara'.
Perjalanan spiritual Hoffman ketika memeluk Islam sangat berliku. Pada 1961 ketika ia ditempatkan di Aljazair sebagai Atase Kedutaan Besar Jerman, dia terjun langsung dalam perang gerilya berdarah antara tentara Perancis dan Front Nasional Aljazair yang sedang berjuang untuk kemerdekaan Aljazair selama delapan tahun terakhir. Disini Hoffman menyaksikan berbagai kekejaman dan pembantaian yang sangat mengerikan yang dialami penduduk Aljazair. Setiap hari, dia menyaksikan lusinan orang tewas dan bahkan dia sendiri melihat langsung bagaimana orang-orang sipil tidak berdaya dieksekusi dari jarak dekat, hanya karena orang-orang setempat berjuang untuk mencari sebuah kemerdekaan.
"Saya menyaksikan sendiri kesabaran dan ketahanan rakyat Aljazair dalam menghadapi penderitaan ekstrim yang dialaminya. Disiplin luar biasa mereka selama bulan Ramadhan, kepercayaan diri mereka akan kemenangan dan yakin tuhan mereka membantu mereka, serta kemanusiaan mereka ditengah-tengah kesengsaraan masih begitu tinggi." ujarnya mengenang.
Hoffman merasa ketaatan agama Islam yang mereka anut begitu kuat dalam hati. Dari sini Hoffman mulai tertarik mempelajari Islam. Lusinan buku agama Islam dia baca dan pelajari. Dia juga mempelajari Al'Qur'an. "Saya tidak pernah berhenti membacanya, sampai hari ini." ujar Hoffman seperti disitat situs berbahasa Inggris, Salam.
Selanjutnya Hoffman juga kagum akan seni dalam Islam. Dari awal kehidupan, ia mengaku telah menyukai seni dan keindahan. Dia selalu penasaran dengan seni Islam terutama tulisan kaligrafi yang menurutnya sangat artistik, dia menyaksikan ornamen-ornamen arabesque, pola karpet, masjid dan arsitektur perumahan, serta perencanaan kota. "Arsitektur Islam jauh dari rupa-rupa makhluk atau hewan dan mistisisme, hal yang paling sering saya lihat di gedung-gedung di Eropa yang sering saya lihat."
Hoffman juga memiliki sejumlah pertanyaan penting lainya mengenai teologi yang belum terjawab waktu itu, terutama mengenai dosa warisan. Ia juga tidak puas dengan jawaban mengapa tuhan memiliki anak dan harus pasrah disiksa hingga mati di kayu salib.
“Ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak punya kuasa,” tegasnya.
Hoffman bahkan sempat meragukan keberadaan Tuhan. Setelah menganalisis berbagai karya-karya filsuf, seperti Wittgenstein, Pascal, Swinburn, dan Kant, ia lalu tiba pada satu keyakinan tentang keberadaan Tuhan. Pertanyaan logis berikutnya yang dia hadapi adalah bagaimana Tuhan berkomunikasi dengan manusia sehingga mereka dapat dibimbing. Hal ini menyebabkan dia mengakui perlunya wahyu. Lalu dia membandingkan berbagai wahyu yang ada dalam kitab Yahudi, Kristen atau Islam?
Hoffman menyadari, bahwa ada perbedaan yang signifikan antara agama neneknya yang seorang Kristen dengan Islam. “Seorang Muslim hidup di dunia tanpa pendeta dan tanpa hierarki keagamaan; ketika berdoa, ia tidak berdoa melalui Yesus, Maria, atau orang-orang suci, tetapi langsung kepada Allah,” kata Hoffman.
Tauhid yang murni di dalam Islam itulah yang akhirnya membuat Hoffman memeluk Islam pada tahun 1980. Ia mendapati Islam yang secara tegas menolak dosa warisan. Ia juga mendapati, dalam Islam seseorang langsung berdoa kepada Allah, bukan melalui perantara atau tuhan-tuhan lainnya.
Tetapi tiba-tiba Jerman terkejut dan menjadi heboh, sebabnya adalah Hoffman --yang disebut sebagai sosok penting dan berpengaruh di Jerman, juga 'anak bangsa membanggakan Jerman' itu-- diketahui sudah memeluk agama Islam.
Ketika keislamannya diketahui publik pasca terbitnya buku 'Der Islam als Alternative' yang dia tulis pada 1992, media massa dan masyarakat Jerman serentak mencerca dan menggugat Hoffman. Media massa sebesar Del Spigel ikut-ikutan menghantam Hoffman. Tidak habis-habisnya televisi Jerman menyorotkan kameranya ke arah Hoffman yang sedang shalat diatas Sajadahnya, seakan-akan apa yang dia lakukan adalah sebuah kehinaan. Di kantor Duta Besar Jerman di Maroko, seorang reporter ikut juga mengolok-olok Hoffman dengan pertanyaan; "Apakah logis jika Jerman berubah menjadi Negara Islam yang tunduk terhadap hukum Tuhan?"
Hoffman menceritakan dirinya tersenyum mendapat pertanyaan dari sang reporter lalu menjawab. "Jika aku telah berhasil mengemukakan sesuatu, maka saya sudah menerima semua akibatnya yang realitas dan pedih." Hoffman sadar dengan pilihanya itu, Jerman sudah marah.
"Saya sadar, segala sesuatu harus saya tanggung resikonya, apapun resikonya. Ini agama yang rasional dan maju," ungkap Hoffman lantas dia membubuhkan 'Murad' diawal namanya setelah menjadi Muslim sehingga menjadi 'Murad Wilfried Hoffman'.
Ternyata, lama-lama Jerman mulai melunak terhadap pilihan Hoffman. Dia melanjutkan karir profesionalnya sebagai seorang diplomat Jerman dan perwira NATO selama lima belas tahun setelah ia menjadi Muslim. "Saya tidak mengalami diskriminasi dalam kehidupan profesional saya", katanya.
Pada tahun 1984, tiga setengah tahun setelah dia masuk Islam, Presiden Jerman Dr Carl Carstens memberikanya 'Order of Merit Republik Federal Jerman'. Pemerintah Jerman juga mendistribusikan bukunya "Diary of a Muslim Jerman" untuk semua misi luar negeri Jerman di negara-negara Muslim sebagai alat analisis.
Seiring waktu, masyarakat Jerman mulai menerima keislaman Hoffman. Sebagian mereka juga turut membaca karya-karya Hoffman yang mualaf. Buku berikutnya yang ditulis Hoffman berjudul 'Trend Islam 2000'. Selain menulis, Hoffman juga aktif dalam organisasi keislaman di OKI, menjadi juru dakwah, dia terus menyampaikan pemikiran-pemikiran cemerlangnya untuk kemajuan Islam.
Pada September 2009 lalu, Hoffman dinobatkan sebagai Muslim Personality of The Year (Muslim Berkepribadian Tahun Ini), yang diselenggarakan oleh Dubai International Holy Quran Award (DIHQA). Penghargaan lainya juga dia dapatkan dari Syeikh Dr Yusuf al-Qardhawi.
SERAMBINEWS.COM - Dr Wilfried Hoffman, sebelumnya lahir sebagai seorang Katolik di Jerman pada tahun 1931. Ia lulus dari Union College di New York dan menyelesaikan studi hukum di Universitas München, Jerman dimana ia selanjutnya mendapat gelar doktor untuk ilmu hukum pada tahun 1957.
Hoffman sempat menjadi asisten peneliti untuk reformasi prosedur sipil federal, dan pada tahun 1960 menerima gelar master hukum dari Harvard. Dia adalah Direktur Informasi untuk NATO di Brussels dari tahun 1983 - 1987. Pernah ditempatkan sebagai duta besar Jerman untuk Aljazair pada tahun 1987 dan kemudian ke Maroko pada tahun 1990, disini dia menjabat selama empat tahun. Artinya, pemerintah Jerman jelas sangat mengenal Hoffman sebagai sosok 'anak bangsa yang membanggakan' negara'.
Perjalanan spiritual Hoffman ketika memeluk Islam sangat berliku. Pada 1961 ketika ia ditempatkan di Aljazair sebagai Atase Kedutaan Besar Jerman, dia terjun langsung dalam perang gerilya berdarah antara tentara Perancis dan Front Nasional Aljazair yang sedang berjuang untuk kemerdekaan Aljazair selama delapan tahun terakhir. Disini Hoffman menyaksikan berbagai kekejaman dan pembantaian yang sangat mengerikan yang dialami penduduk Aljazair. Setiap hari, dia menyaksikan lusinan orang tewas dan bahkan dia sendiri melihat langsung bagaimana orang-orang sipil tidak berdaya dieksekusi dari jarak dekat, hanya karena orang-orang setempat berjuang untuk mencari sebuah kemerdekaan.
"Saya menyaksikan sendiri kesabaran dan ketahanan rakyat Aljazair dalam menghadapi penderitaan ekstrim yang dialaminya. Disiplin luar biasa mereka selama bulan Ramadhan, kepercayaan diri mereka akan kemenangan dan yakin tuhan mereka membantu mereka, serta kemanusiaan mereka ditengah-tengah kesengsaraan masih begitu tinggi." ujarnya mengenang.
Hoffman merasa ketaatan agama Islam yang mereka anut begitu kuat dalam hati. Dari sini Hoffman mulai tertarik mempelajari Islam. Lusinan buku agama Islam dia baca dan pelajari. Dia juga mempelajari Al'Qur'an. "Saya tidak pernah berhenti membacanya, sampai hari ini." ujar Hoffman seperti disitat situs berbahasa Inggris, Salam.
Selanjutnya Hoffman juga kagum akan seni dalam Islam. Dari awal kehidupan, ia mengaku telah menyukai seni dan keindahan. Dia selalu penasaran dengan seni Islam terutama tulisan kaligrafi yang menurutnya sangat artistik, dia menyaksikan ornamen-ornamen arabesque, pola karpet, masjid dan arsitektur perumahan, serta perencanaan kota. "Arsitektur Islam jauh dari rupa-rupa makhluk atau hewan dan mistisisme, hal yang paling sering saya lihat di gedung-gedung di Eropa yang sering saya lihat."
Hoffman juga memiliki sejumlah pertanyaan penting lainya mengenai teologi yang belum terjawab waktu itu, terutama mengenai dosa warisan. Ia juga tidak puas dengan jawaban mengapa tuhan memiliki anak dan harus pasrah disiksa hingga mati di kayu salib.
“Ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak punya kuasa,” tegasnya.
Hoffman bahkan sempat meragukan keberadaan Tuhan. Setelah menganalisis berbagai karya-karya filsuf, seperti Wittgenstein, Pascal, Swinburn, dan Kant, ia lalu tiba pada satu keyakinan tentang keberadaan Tuhan. Pertanyaan logis berikutnya yang dia hadapi adalah bagaimana Tuhan berkomunikasi dengan manusia sehingga mereka dapat dibimbing. Hal ini menyebabkan dia mengakui perlunya wahyu. Lalu dia membandingkan berbagai wahyu yang ada dalam kitab Yahudi, Kristen atau Islam?
Hoffman menyadari, bahwa ada perbedaan yang signifikan antara agama neneknya yang seorang Kristen dengan Islam. “Seorang Muslim hidup di dunia tanpa pendeta dan tanpa hierarki keagamaan; ketika berdoa, ia tidak berdoa melalui Yesus, Maria, atau orang-orang suci, tetapi langsung kepada Allah,” kata Hoffman.
Tauhid yang murni di dalam Islam itulah yang akhirnya membuat Hoffman memeluk Islam pada tahun 1980. Ia mendapati Islam yang secara tegas menolak dosa warisan. Ia juga mendapati, dalam Islam seseorang langsung berdoa kepada Allah, bukan melalui perantara atau tuhan-tuhan lainnya.
Tetapi tiba-tiba Jerman terkejut dan menjadi heboh, sebabnya adalah Hoffman --yang disebut sebagai sosok penting dan berpengaruh di Jerman, juga 'anak bangsa membanggakan Jerman' itu-- diketahui sudah memeluk agama Islam.
Ketika keislamannya diketahui publik pasca terbitnya buku 'Der Islam als Alternative' yang dia tulis pada 1992, media massa dan masyarakat Jerman serentak mencerca dan menggugat Hoffman. Media massa sebesar Del Spigel ikut-ikutan menghantam Hoffman. Tidak habis-habisnya televisi Jerman menyorotkan kameranya ke arah Hoffman yang sedang shalat diatas Sajadahnya, seakan-akan apa yang dia lakukan adalah sebuah kehinaan. Di kantor Duta Besar Jerman di Maroko, seorang reporter ikut juga mengolok-olok Hoffman dengan pertanyaan; "Apakah logis jika Jerman berubah menjadi Negara Islam yang tunduk terhadap hukum Tuhan?"
Hoffman menceritakan dirinya tersenyum mendapat pertanyaan dari sang reporter lalu menjawab. "Jika aku telah berhasil mengemukakan sesuatu, maka saya sudah menerima semua akibatnya yang realitas dan pedih." Hoffman sadar dengan pilihanya itu, Jerman sudah marah.
"Saya sadar, segala sesuatu harus saya tanggung resikonya, apapun resikonya. Ini agama yang rasional dan maju," ungkap Hoffman lantas dia membubuhkan 'Murad' diawal namanya setelah menjadi Muslim sehingga menjadi 'Murad Wilfried Hoffman'.
Ternyata, lama-lama Jerman mulai melunak terhadap pilihan Hoffman. Dia melanjutkan karir profesionalnya sebagai seorang diplomat Jerman dan perwira NATO selama lima belas tahun setelah ia menjadi Muslim. "Saya tidak mengalami diskriminasi dalam kehidupan profesional saya", katanya.
Pada tahun 1984, tiga setengah tahun setelah dia masuk Islam, Presiden Jerman Dr Carl Carstens memberikanya 'Order of Merit Republik Federal Jerman'. Pemerintah Jerman juga mendistribusikan bukunya "Diary of a Muslim Jerman" untuk semua misi luar negeri Jerman di negara-negara Muslim sebagai alat analisis.
Seiring waktu, masyarakat Jerman mulai menerima keislaman Hoffman. Sebagian mereka juga turut membaca karya-karya Hoffman yang mualaf. Buku berikutnya yang ditulis Hoffman berjudul 'Trend Islam 2000'. Selain menulis, Hoffman juga aktif dalam organisasi keislaman di OKI, menjadi juru dakwah, dia terus menyampaikan pemikiran-pemikiran cemerlangnya untuk kemajuan Islam.
Pada September 2009 lalu, Hoffman dinobatkan sebagai Muslim Personality of The Year (Muslim Berkepribadian Tahun Ini), yang diselenggarakan oleh Dubai International Holy Quran Award (DIHQA). Penghargaan lainya juga dia dapatkan dari Syeikh Dr Yusuf al-Qardhawi.
sumber : serambinews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar