PEKANBARU -
Etnis Tionghoa di Bagan Siapiapi, Riau, memiliki tradisi unik yang dipelihara
turun temurun. Karena uniknya, tradisi itu bisa menyedot perhatian puluhan ribu
orang untuk menyaksikannya.
Tradisi itu adalah membakar tongkang. Ritual bakar tongkang hanya ada satu-satunya di dunia, yakni di Kota Bagan Siapiapi, Ibu kota Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau.
Bagi warga Tionghoa, ritual bakar tongkang atau biasa disebut Sio Ong Cuan merupakan salah satu bentuk ungkapan terima kasih atas segala yang diberikan Sang Pencipta. Tradisi ini sudah berjalan sekira satu abad.
Banyak versi sejarah yang melatarbelakangi ritual unik warga Tionghoa itu. Namun catatan yang paling dipercaya, tradisi ini dimulai sejak hijrahnya 18 orang Tionghoa bermarga Ang ke Bagan Siapiapi karena dikejar penguasa Siam di daratan China.
Mereka menggunakan tiga kapal kayu yang disebut wang kang atau tongkang. Mereka orang Tiongkok yang migrasi ke Desa Songkla di Thailand pada tahun 1825.
Masa migrasi di Thailand tidak berlangsung lama. Orang Tiongkok pendatang dimusuhi penduduk asli hingga terjadi kerusuhan. Karena sadar keberadaan mereka membawa pertikaian, mereka pun pergi.
Kemudian mereka berlayar menggunakan tiga kapal mencari tempat baru yang aman. Di tengah perjalanan, dua tongkang tenggelam dihantam badai. Hanya satu kapal yang selamat dan sampailah mereka di Bagan Siapiapi yang dulu masih berupa hutan.
Hasanto, tokoh Tionghoa Bagan, saat ditemui Okezone, menuturkan, di haluan tongkang yang selamat itu terdapat patung Dewa Tai Sun. Satu patung lagi, yakni Dewa Ki Ong Ya berada di rumah kapal.
Tai Sun, dalam kepercayaan orang Tionghoa, merupakan dewa yang tidak memiliki rumah dan dikenal sebagai pengembara. Menurut kepercayaan, dua dewa itulah yang mendatangkan keselamatan para pengembara hingga selamat sampai Bagan.
“Ritual bakar tongkang itu sebagai perwujudan rasa terima kasih kita kepada nenek moyang dan dewa. Bakar tongkang dilakukan pada tanggal 16 bulan 5 penanggalan China atau Go Ge Cap Lak,” sambung Hasan.
Berdasarkan kebiasaan, kapal replika berukuran 8x2 meter itu terlebih dulu diarak keliling Bagan Siapiapi sebelum dibakar. Warga Bagan Siapapi juga menyambut dengan memasang lampion dan lukisan dewa di rumah masing-masing.
Setelah diarak, replika tongkang dibawa ke Klenteng Eng Hok King, tempat ibadah tertua umat Kong Hu Chu yang terdapat di tengah kota.
“Di Klenteng inilah, kita semua sembahyang memanjatkan doa-doa kepada dewa agar kegiatan bakar tongkang diberkahi. Kami semua selalu diberi keselamatan dan dilancarkan segala urusan,” jelas Hasan yang juga ketua panitian bakar tongkang.
Setelah diinapkan semalam di klenteng, besoknya dilakukan pembakaran tongkang. Ribuan orang masing-masing membawa beberapa kertas berisi doa yang diletakan di sekitar tongkang. Ini bertujuan agar doa yang mereka tulis di atas kertas berwarna kuning itu dikabulkan Dewa.
Setelah itu barulah dilakukan prosesi pembakaran tongkang yang lokasinya tidak jauh dari klenteng dilakukan.
“Untuk tahun ini, bakar tongkang akan digelar 7 Juli. Terget kita tahun ini pengnjungnya 40 ribu orang, karena tahun lalu hanya 30 ribu orang. Tidak hanya Tionghoa dari Indonesia, biasanya acara juga akan dimeriahkan oleh ribuan warga Tiong Hoa dari negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, termasuk warga China,” sebutnya.
Tradisi itu adalah membakar tongkang. Ritual bakar tongkang hanya ada satu-satunya di dunia, yakni di Kota Bagan Siapiapi, Ibu kota Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau.
Bagi warga Tionghoa, ritual bakar tongkang atau biasa disebut Sio Ong Cuan merupakan salah satu bentuk ungkapan terima kasih atas segala yang diberikan Sang Pencipta. Tradisi ini sudah berjalan sekira satu abad.
Banyak versi sejarah yang melatarbelakangi ritual unik warga Tionghoa itu. Namun catatan yang paling dipercaya, tradisi ini dimulai sejak hijrahnya 18 orang Tionghoa bermarga Ang ke Bagan Siapiapi karena dikejar penguasa Siam di daratan China.
Mereka menggunakan tiga kapal kayu yang disebut wang kang atau tongkang. Mereka orang Tiongkok yang migrasi ke Desa Songkla di Thailand pada tahun 1825.
Masa migrasi di Thailand tidak berlangsung lama. Orang Tiongkok pendatang dimusuhi penduduk asli hingga terjadi kerusuhan. Karena sadar keberadaan mereka membawa pertikaian, mereka pun pergi.
Kemudian mereka berlayar menggunakan tiga kapal mencari tempat baru yang aman. Di tengah perjalanan, dua tongkang tenggelam dihantam badai. Hanya satu kapal yang selamat dan sampailah mereka di Bagan Siapiapi yang dulu masih berupa hutan.
Hasanto, tokoh Tionghoa Bagan, saat ditemui Okezone, menuturkan, di haluan tongkang yang selamat itu terdapat patung Dewa Tai Sun. Satu patung lagi, yakni Dewa Ki Ong Ya berada di rumah kapal.
Tai Sun, dalam kepercayaan orang Tionghoa, merupakan dewa yang tidak memiliki rumah dan dikenal sebagai pengembara. Menurut kepercayaan, dua dewa itulah yang mendatangkan keselamatan para pengembara hingga selamat sampai Bagan.
“Ritual bakar tongkang itu sebagai perwujudan rasa terima kasih kita kepada nenek moyang dan dewa. Bakar tongkang dilakukan pada tanggal 16 bulan 5 penanggalan China atau Go Ge Cap Lak,” sambung Hasan.
Berdasarkan kebiasaan, kapal replika berukuran 8x2 meter itu terlebih dulu diarak keliling Bagan Siapiapi sebelum dibakar. Warga Bagan Siapapi juga menyambut dengan memasang lampion dan lukisan dewa di rumah masing-masing.
Setelah diarak, replika tongkang dibawa ke Klenteng Eng Hok King, tempat ibadah tertua umat Kong Hu Chu yang terdapat di tengah kota.
“Di Klenteng inilah, kita semua sembahyang memanjatkan doa-doa kepada dewa agar kegiatan bakar tongkang diberkahi. Kami semua selalu diberi keselamatan dan dilancarkan segala urusan,” jelas Hasan yang juga ketua panitian bakar tongkang.
Setelah diinapkan semalam di klenteng, besoknya dilakukan pembakaran tongkang. Ribuan orang masing-masing membawa beberapa kertas berisi doa yang diletakan di sekitar tongkang. Ini bertujuan agar doa yang mereka tulis di atas kertas berwarna kuning itu dikabulkan Dewa.
Setelah itu barulah dilakukan prosesi pembakaran tongkang yang lokasinya tidak jauh dari klenteng dilakukan.
“Untuk tahun ini, bakar tongkang akan digelar 7 Juli. Terget kita tahun ini pengnjungnya 40 ribu orang, karena tahun lalu hanya 30 ribu orang. Tidak hanya Tionghoa dari Indonesia, biasanya acara juga akan dimeriahkan oleh ribuan warga Tiong Hoa dari negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, termasuk warga China,” sebutnya.
sumber : okezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar