Rabu, 04 Juli 2012

Hari ini, Tan Malaka Inisiasi Pemberontakan 3 Juli


SETAHUN Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, sekelompok oposisi mengadakan kudeta terhadap pemerintahan Soekarno beserta kabinetnya. Kudeta tersebut bermaksud merebut kekuasaan yang telah salah digunakan. Kelompok oposisi ini menamakan diri Kelompok Persatuan Perjuangan.

Pasalnya, Kabinet Sjahrir II yang dipilih dan ditetapkan oleh Soekarno tidak memihak pada khalayak Indonesia. Tatkala kelompok Persatuan Perjuangan menginginkan kedaulatan penuh dari Belanda, Kabinet Sjahrir hanya memikirkan kedaulatan Jawa dan Madura.

Kelompok oposisi ini kemudian berusaha menculik beberapa orang kabinet Sjahrir II. Mereka yang termasuk dalam kelompok perjuangan antara lain Tan Malaka, Achmad Soebardjo, dan Sukarni. Untuk melancarkan aksi penculikan, kelompok ini menggunakan jasa Mayor Jendral Sudarsono.

Pada 3 Juli 1946, beberapa anggota Kabinet Sjahrir II yang sudah diculik kemudian dikembalikan ke hadapan Soekarno. Kelompok oposisi kemudian mengajukan empat maklumat untuk Pemerintah Indonesia, di antaranya presiden harus mengangkat 10 anggota Dewan Pimpinan Politik yang diketuai Tan Malaka dan beranggotakan Muhammad Yamin, Ahmad Subarjo, Buntaran Martoatmodjo, Budiarto Martoatmodjo, Sukarni, Chaerul Saleh, Sudiro, Gatot, dan Iwa Kusuma Sumantri.

Sayangnya, tidak satu pun maklumat itu dipatuhi oleh Soekarno. Sebaliknya, Soekarno memerintahkan aparat untuk menangkap para pejuang oposisi tersebut. Tan Malaka dan teman-temannya ditangkap pada Juli 1946. Ia dipenjara oleh pemerintahan Soekarno selama dua tahun, tanpa pengadilan sekali jua.

Pada Februari 1949, Tan Malaka hilang tak tentu rimba, mati tak tahu kubur. Kematian Tan Malaka di saat sedang sibuknya perjuangan Pembela Proklamasi di Pethok, Kediri, Jawa Timur. Misteri kematian Tan Malaka terungkap dari penuturan Harry A. Poeze, seorang Sejarawan Belanda. Menurut Harry, Tan Malaka ditembak mati pada 21 Februari 1949 atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya. Sekadar diingat, tentara adalah kaki-tangan pemerintah. Artinya, ada peran presiden juga masa itu.

Untuk diketahui, Tan Malaka menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di luar Indonesia. Secara tak henti-hentinya ia terancam dengan penahanan oleh penguasa Belanda dan sekutu-sekutu mereka. Walaupun secara jelas disingkirkan, Tan Malaka dapat memainkan peran intelektual penting dalam membangun jaringan sosialis internasional untuk gerakan anti penjajahan di Asia Tenggara. Ia adalah seorang pahlawan bangsa yang dikubur oleh penguasa bangsa: presiden!

Sumber : atjehpost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar