MENGENDARAI mobil Honda CRV Hitam, Zaini
Abdullah, tiba di kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, pukul 08.00 WIB. Hari itu,
Jumat 1 Juni 2012, untuk pertama kalinya elite politik Partai Aceh itu
menjejakkan kaki ke kantor pemerintahan.
Berselang lima belas menit, muncul Muzakir Manaf,
Ketua Umum Partai Aceh yang juga Ketua Komite Peralihan Aceh. Muzakir Manaf
menyetir mobil SUV Mazda berwarna putih dan turun tepat di anjungan depan
kantor gubernur.
Dua tokoh penting inilah yang dipilih rakyat Aceh
untuk menjadi pemimpin formal di Aceh pada 9 April 2012. Zaini menjadi Gubernur
Aceh, adapun Muzakir, yang akrab disapa Mualem, adalah wakilnya. Mereka akan
memimpin Aceh untuk periode 2012-2017.
Namun, kedatangan Zaini-Muzakir bukanlah pertanda
mereka mulai berkantor. Mereka belum dilantik. Adalah Penjabat Gubernur Aceh,
Tarmizi A. Karim, yang mengundang Zaini-Muzakir. “Saya sengaja mengundang Doto
–sapaan Zaini-- dan Mualem untuk beramah tamah serta mendengarkan progress
pelaksanaan pemerintahan tahun 2012 yang nantinya akan diteruskan gubernur dan
wakil gubernur terpilih,” kata Tarmizi yang menyambut Doto dan Mualem di
anjungan.
Bertiga mereka menuju ruang kerja Gubernur Aceh
di lantai dua. Mereka hanya sejenak di ruangan ini. Tarmizi laksana seorang guide.
Dia membawa Doto dan Mualem ke beberapa ruangan dan menjelaskan secara singkat
tentang fungsi tempat itu. Tak lupa Tarmizi membawanya ke ruang wakil gubernur.
Setelah itu, mereka turun ke lantai satu menuju
ke ruang P2K (Percepatan dan Pengendalian Kegiatan) – APBA yang dipimpin
Dokter Taqwallah. Sejumlah pejabat setingkat kepala dinas sudah menunggu di
ruang sidang P2K yang luasnya dua kali lapangan badminton. Duduk
berjejer rapi. Senyap.
*****
RUANGAN yang luasnya dua kali lapangan badminton
itu ditata berbentuk huruf U. Tarmizi, Doto, Mualem, dan Taqwallah duduk
menghadap para pejabat di Pemerintahan Aceh itu. Selama setengah jam, Tarmizi
memberikan prolog tentang pertemuan ini.
Selanjutnya, Tarmizi mempersilakan Taqwallah
melaporkan kegiatan pembangunan dari anggaran APBA 2012 yang sedang berlansung.
Taqwallah menjelaskan tentang realisasi anggaran dan anggaran yang tersisa dari
masing-masing dinas yang nantinya dapat dilanjutkan pemerintahan berikutnya.
Tarmizi memilih dinas pendidikan dan dinas sosial
untuk dibedah lebih mendetail tentang kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
berdasarkan APBA 2012.
Mualem menanggapinya, “Saya merasa wih weuh
melihat perkembangan kinerja dinas pendidikan yang dalam laporan kegiatan dan
anggarannya banyak diarahkan kepada pembangunan fisik,” kata Mualem.
“Sementara pengembangan mutu pendidikan seperti
tidak menjadi perhatian utama. Hal ini akan sangat merugikan anak bangsa untuk
masa yang akan datang”.
Kritik yang sama juga disampaikan Mualem untuk
Dinas Kesehatan. “Meskipun tidak dipaparkan secara mendetail di sini, namun
sudah menjadi pengetahuan umum bahwa pelayanan kesehatan kita masih anjlok,”
kata Mualem.
“Ke depan masalah pendidikan dan kesehatan akan
menjadi tumpuan utama pembangunan.”
Adapun Doto Zaini mengatakan bahwa ia sedikit
bingung dengan laporan yang terlalu banyak akronim.
“Ada sedikit kebingungan
saya dalam memahami singkatan-singkatan yang digunakan dalam pemaparan tadi
karena di Indonesia terlalu banyak istilah-istilah yang disingkat,”
katanya.
“Mungkin saya memerlukan kamus khusus singkatan
nantinya dan saya juga minta diajarkan untuk bisa memahami setiap
singkatan-singkatan karena hal itu di luar negeri tidak lazim digunakan.”
Di sini, Doto mengimbau agar ke depan SKPA bisa
bekerja sama dengannya dan Mualem sebagai sebuah tim yang solid dengan
mengedepankan keikhlasan, kejujuran, dan transparan.
“Fungsi pemerintah adalah jembatan untuk
masyarakat dan jangan sebaliknya masyarakat menjadi jembatan pemerintahan,”
kata Zaini. “Jangan kita mempertanyakan apa yang harus diberikan negara kepada
kita, tetapi tanyalah pada diri kita sendiri apa yang bisa kita berikan kepada
negara.”
*****
PELANTIKAN Zaini-Muzakir sebagai Kepala
Pemerintahan Aceh akan berlangsung akhir Juni mendatang. Kepastian ini sudah
disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Gubernur Tarmizi pekan
lalu.
Doto-Mualem menuju puncak kepemimpinan formal di
Aceh setelah meraih suara 55 persen dari 3,2 juta pemilih di Aceh pada
pemungutan suara 9 April lalu.
Pasangan dua generasi mantan elite GAM ini telah
melewati hari-hari Pilkada Aceh dengan penuh dinamika politik. Diusung
Partai Aceh, pasangan Zaini-Muzakir mengawali langkah politiknya dalam posisi
tidak diunggulkan.
Di awal 2011, sejumlah survei menempatkan mereka
pada posisi paling bawah. Mereka juga dianggap kurang populer dibandingkan
dengan tokoh incumbent, seperti mantan Gubernur Irwandi Yusuf dan
mantan Wakil Gubernur Muhamad Nazar.
Bahkan, Zaini-Muzakir sempat tak mendaftarkan
diri pada Pilkada Aceh. Ini dilakukan lantaran komitmennya dalam mempertahankan
Undang-undang Pemerintah Aceh yang memang mereka perjuangkan ketika masih
berada dalam Gerakan Aceh Merdeka. “Pilkada Aceh menjadi sangat tak berarti
ketika pemerintah melanggar komitmen yang disepakati bersama,” kata Mualem.
Masalahnya, ada sebuah komitmen yang tertuang
dalam MoU Helsinki yang cedera ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan
menghidupkan kembali calon perseorangan dalam Pilkada Aceh.
Sejatinya, calon perseorangan hanya berlaku
sekali pada Pilkada Aceh 2006. Ini pun sebenarnya bertujuan untuk menampung
mantan GAM yang ingin berpolitik secara formal sesuai dengan aturan hukum yang
berlaku di Indonesia.
Namun, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya di
akhir 2010 mengabulkan gugatan itu dan menghidupkan kembali calon perseorangan
dalam Pilkada Aceh. Para mantan elite GAM yang tergabung dalam Partai Aceh dan
menguasai Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), menentang putusan ini. Mereka
berpegang pada aturan dalam UUPA yang menyebutkan bahwa jika hendak mengubah
butir-butir UUPA, DPRA diajak berembuk.
Merasa dilangkahi, DPRA ikut menentang putusan MK
sehingga Pilkada Aceh berubah menjadi arena konflik regulasi. Dari sini,
lahirlah koalisi 17 Partai Politik di Aceh. Mereka berembuk menyelesaikan
konflik regulasi dengan Pemerintah Pusat di Jakarta. Itulah sebabnya, muncul
kesepakatan jeda politik pada bulan ramadhan tahun lalu.
Di tengah ketidakpastian itu, Komisi Independen
Pemilihan (KIP) Aceh menetapkan jadwal Pilkada Aceh yang pemilihannya
ditetapkan pada November 2011 untuk seluruh Aceh dalam pemilihan gubernur dan
17 calon bupati/walikota.
Calon Gubernur Aceh, yaitu Irwandi, Abi
Lampisang, dan Muhammad Nazar, mendaftarkan diri. Irwandi dan Abi Lampisang
mendaftar melalui jalur perseorangan. Nazar diusung Partai Demokrat. Sikap ini
diikuti puluhan pasangan calon yang berbondong-bondong mendaftar untuk pimpinan
di level tingkat II.
Sebaliknya, tak satu pun pasangan calon dari
Partai Aceh yang mencalonkan diri. Tentu saja termasuk Zaini-Muzakir. “Bagi
kami, tak ada pilkada jika tanpa kehormatan bagi Aceh,” kata Muzakir.
Kementerian Dalam Negeri menyadari bahwa tanpa
kehadiran Partai Aceh, legitimasi Pilkada Aceh tentu menjadi sangat buruk.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Prof. Djohermansyah,
bolak-balik datang ke Aceh berembuk dengan elit Partai Aceh, termasuk berdiskusi
dengan Pemangku Wali Nanggroe Malik Mahmud.
Djohermansyah juga bersedia meneken sebuah nota
kesepahaman dengan Muzakir Manaf. Isinya menyebutkan bahwa urusan UUPA
benar-benar harus melibatkan DPRA agar hubungan Depdagri dengan Aceh menjadi
harmonis.
Bahkan, Kementerian Dalam Negeri dan Partai Aceh
bersama-sama menggugat penjadwalan yang ditetapkan KIP ke MK. Akhirnya, MK
menunda Pilkada Aceh dengan pertimbangan utamanya adalah kenyamanan dan
keselamatan Aceh. Akhirnya, Zaini-Muzakir pun mendaftar dalam Pilkada Aceh,
diikuti seluruh kandidat Partai Aceh di kabupaten dan kota.
Setelah pemungutan suara, muncul sebuah fakta;
Zaini-Muzakir memiliki kekuatan yang sangat besar. Memenangkan Pilkada Aceh
dengan perolehan suara mencapai 55 persen. Mereka memenangkan Pilkada Aceh
dalam satu putaran mengalahkan calon dari incumbent dan calon yang
diusung parta-partai nasional lainnya.
Calon yang paling diunggulkan, Irwandi Yusuf,
hanya memperoleh 29 persen suara, bahkan Muhammad Nazar hanya mendapatkan 7
persen suara. Selebihnya, terbagi untuk dua kontestan lain, yaitu Profesor
Darni Daud dan Abi Lampisang.
Walau sempat menyoal hasil Pilkada Aceh dan MK
menolak gugatannya, Irwandi Yusuf tetap mengucapkan selamat untuk pasangan
Zaini-Muzakir. "Kami mengucapkan selamat kepada Tim Pemenangan Zikir yang
telah bekerja sangat gigih dengan cara-cara dan strategi jitu yang telah
berhasil mengantarkan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf ke puncak kekuasaan Aceh
periode 2012-2017."
*****
BENARKAH strategi Tim Pemenangan Zikir sangat jitu?
Pengamat politik dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Saifuddin Bantasyam,
melihat sejumlah titik penting yang menyebabkan Zaini-Muzakir menang. “Antara
lain ada tiga hal,” kata Direktur Pusat Studi Perdamaian dan Resolusi
Konflik Universitas Syiah Kuala dan merupakan Mahasiswa Program Doktor
University Sains Malaysia ini.
Menurut Saifuddin, salah satu point pentingnya
adalah jargon pasangan perjuangan dan perdamaian. “Aceh sebagai daerah bekas
konflik. Ketika ada pasangan yang mengusung jargon perjuangan dan perdamaian,
hal itu akan sangat mendapat sambutan yang baik dari masyarakat,” kata
Saifuddin. Pengusung jargon itu tak lain adalah Zaini-Muzakir.
Kendati demikian, Saifuddin tak menafikan bahwa
calon-calon lain seperti Irwandi dan Nazar juga ikut memperjuangkan perdamaian.
“Tetapi ketika yang berbicara itu dari Partai Aceh, maka akan sangat mendapat
dukungan. Mereka mantan Gerakan Aceh Merdeka yang langsung bersentuhan dengan
perjanjian damai itu sendiri,” katanya. “Jadi, masyarakat memandang akan
menjadi masalah jika PA tak terlibat dalam Pilkada Aceh.”
Zaini-Muzakir, kata Saifuddin, didukung partai
pemilik kekuatan besar di tujuh daerah pesisir yang justru sangat menentukan
kemenangan dalam Pilkada Aceh. Bahkan, pendukung Partai Aceh di kantong-kantong
suara itu sangat militan. “Mereka tak mengenal lelah, juga tak memiliki rasa
takut,” katanya.
Dari kandidat lain, Saifuddin, menyebutkan ada
juga milintasi pendukung. “Misalnya Irwandi, namun dia maju lewat jalur
perseorangan yang strukturnya tak cukup kuat, sedangkan Partai Aceh strukturnya
mengakar sampai ke bawah. Mesin politik Partai Aceh sangat hidup,” katanya.
Saifuddin mengatakan bahwa Partai Aceh juga
memiliki kekuatan logistik yang sangat kuat. “Itu bisa dari mana saja, bisa
dari masyarakat pendukungnya, dari DPR yang mayoritas dari Partai Aceh, maupun
dari pengusaha yang mendukung mereka sehingga mereka mampu menggunakan berbagai
sarana untuk menyampaikan pesan-pesan politiknya ke masyarakat,” katanya.
Adapun Ketua Tim Pemenangan Zikir, Kamaruddin
Abubakar, melihat kemenangan Zaini-Muzakir lantaran Pilkada Aceh 2012 menjadi
titik penentuan apakah perjuangan Partai Aceh akan berakhir atau terus
berlanjut. “Kami sadar benar ketika Doto Zaini dan Panglima Muzakir Manaf
diusung Partai Aceh. Ini artinya tidak main-main,” kata mantan Panglima Operasi
Komando Pusat GAM yang bernama panggilan Aburazak itu.
Itulah sebabnya, kata Wakil Ketua Umum Partai
Aceh ini, seluruh jajaran setia KPA dan PA menyadari benar bahwa mereka jangan
sampai membuat Pemangku Wali Nangroe Malik Mahmud melihat sebuah kegagalan.
“Hal ini menjadi matlamat yang mendorong kami bekerja sungguh-sungguh untuk
menang. Saya berterima kasih kepada seluruh tim pemenangan yang bekerja tanpa
mengenal lelah,” katanya.
Adapun Sekretaris Pemenangan Zikir, Kautsar,
memiliki pandangan tersendiri. Anak muda kelahiran 22 November 1977, yang
memang sudah mengakar di kalangan kombatan GAM ini, mengakui pada tahap awal
mereka kerepotan menghadapi calon dari incumbent. “Namun, setelah
Mualem membenahi PA/KPA, kami bisa melaksanakan tugas dengan baik,” katanya.
Selain itu, katanya, Tim Pemenangan Zikir juga
diuntungkan oleh perlawanan dari kandidat lain yang menginginkan adanya calon
perseorangan di Aceh. “Ternyata, gerakan mereka melukai perasaan orang-orang
Aceh yang risau akan terjadinya pengkhianatan kembali dari Jakarta. Semakin
kuat dengungan perlunya calon independen di Aceh bersimetris dengan bertambah point-nya
kepada Zaini-Muzakir,” katanya.
“Kami memiliki waktu yang sangat sempit untuk berkampanye,
tapi memiliki waktu yang cukup untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa Doto
dan Mualem adalah satu-satunya kandidat yang concern dengan UUPA dan
MoU Helsinki.”
Kautsar, mengibaratkan tim yang dimiliki
Zaini-Muzakir sebagai klub sepak bola yang sempurna. “Kami memiliki orang-orang
yang tepat pada setiap lini yang diperlukan,” katanya.
Apalagi, kata Kautsar, Partai Aceh membuka diri
sangat luas untuk masyarakat yang ingin bergabung dalam Tim Pemenangan
Zaini-Muzakir. “Karena itu, masuklah orang-orang sekaliber Mayjen (Purn)
Soenarko dan juga ada Humam Hamid,” katanya.
Doktor Humam Hamid? Ya ini adalah sosok akademisi
yang kini bergelar seorang professor. Namun, Humam menolak jika disebutkan dia
menjadi salah satu sosok penting dalam pemenangan Zaini-Muzakir. “Pernyataan
seperti itu sangat keliru. Zaini dan Muzakir itu tokoh-tokoh Aceh yang memiliki
karisma tersendiri di mata masyarakat Aceh,” kata Humam.
Kata Humam, pasangan Zaini-Muzakir memiliki
struktur pemenangan yang sangat baik dan kuat. “Di situ bekerja sistem Partai
Aceh yang sangat bagus, memiliki semangat, dan loyalitas yang tinggi. Mereka
mampu bekerja keras tanpa mengharapkan imbalan apapun. Mereka orang-orang yang
ikhlas,” katanya. “Tak pantas rasanya jika orang-orang di luar PA dan KPA
berani menyatakan dirinya berkontribusi besar untuk Zaini-Muzakir. Itu salah
besar.”
“Posisi saya, juga Kautsar dan teman-teman,
ibarat suplemen saja. Sebenarnya, kami tak begitu penting bagi sosok yang
kuat sekelas Zaini-Muzakir,” kata Humam. “Namun, itulah mereka, memang orang
besar yang rendah hati, dan masukan serta kritik dari mana pun mereka
menerimanya dengan lapang dada.”
Tak lupa Humam mengkritik pengamat dan survei
yang meleset dalam memprediksi Zaini-Muzakir. “Mereka menempatkan Zaini-Muzakir
sebagai pasangan yang tak mendapat tempat dalam Pilkada Aceh. Padahal, tak
seorang pun di Aceh yang memiliki jaringan yang kuat selain Zaini-Muzakir.”
*****
TAK terasa, pertemuan selama satu setengah jam di
ruangan itu sudah tiba pada titik akhir. Tibalah saatnya Zaini-Muzakir
berpamitan. Gubernur Tarmizi menyampaikan pesan kepada pasangan Gubernur dan
Wakil Aceh periode 2012-2017 itu, bahwa pejabat yang ada di ruangan itu akan
bekerja secara profesional.
Zaini dan Muzakir mengangguk tersenyum.
“Insyaallah,” kata Doto Zaini. []
Tulisan ini sudah ditulis di The Atjeh
Times (tabloid mingguan satu group dengan media online www.atjehpost.com)
sumber : atjehpost.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar