Sabtu, 09 Juni 2012

Mengapa Zaini-Muzakir Menang?


MENGENDARAI mobil Honda CRV Hitam, Zaini Abdullah, tiba di kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, pukul 08.00 WIB. Hari itu, Jumat 1 Juni 2012, untuk pertama kalinya elite politik Partai Aceh itu menjejakkan kaki ke kantor pemerintahan.

Berselang lima belas menit, muncul Muzakir Manaf, Ketua Umum Partai Aceh yang juga Ketua Komite Peralihan Aceh. Muzakir Manaf menyetir mobil SUV Mazda berwarna putih dan turun tepat di anjungan depan kantor gubernur.

Dua tokoh penting inilah yang dipilih rakyat Aceh untuk menjadi pemimpin formal di Aceh pada 9 April 2012. Zaini menjadi Gubernur Aceh, adapun Muzakir, yang akrab disapa Mualem, adalah wakilnya. Mereka akan memimpin Aceh untuk periode 2012-2017.

Namun, kedatangan Zaini-Muzakir bukanlah pertanda mereka mulai berkantor. Mereka belum dilantik. Adalah Penjabat Gubernur Aceh, Tarmizi A. Karim, yang mengundang Zaini-Muzakir. “Saya sengaja mengundang Doto –sapaan Zaini-- dan Mualem untuk beramah tamah serta mendengarkan progress pelaksanaan pemerintahan tahun 2012 yang nantinya akan diteruskan gubernur dan wakil gubernur terpilih,” kata Tarmizi yang menyambut Doto dan Mualem di anjungan.

Bertiga mereka menuju ruang kerja Gubernur Aceh di lantai dua. Mereka hanya sejenak di ruangan ini. Tarmizi laksana seorang guide. Dia membawa Doto dan Mualem ke beberapa ruangan dan menjelaskan secara singkat tentang fungsi tempat itu. Tak lupa Tarmizi membawanya ke ruang wakil gubernur.

Setelah itu, mereka turun ke lantai satu menuju ke ruang P2K (Percepatan dan Pengendalian Kegiatan) – APBA  yang dipimpin Dokter Taqwallah. Sejumlah pejabat setingkat kepala dinas sudah menunggu di ruang sidang P2K yang luasnya dua kali lapangan badminton. Duduk berjejer rapi. Senyap.

*****

RUANGAN yang luasnya dua kali lapangan badminton itu ditata berbentuk huruf U. Tarmizi, Doto, Mualem, dan Taqwallah duduk menghadap para pejabat di Pemerintahan Aceh itu. Selama setengah jam, Tarmizi memberikan prolog tentang pertemuan ini.

Selanjutnya, Tarmizi mempersilakan Taqwallah melaporkan kegiatan pembangunan dari anggaran APBA 2012 yang sedang berlansung. Taqwallah menjelaskan tentang realisasi anggaran dan anggaran yang tersisa dari masing-masing dinas yang nantinya dapat dilanjutkan pemerintahan berikutnya.

Tarmizi memilih dinas pendidikan dan dinas sosial untuk dibedah lebih mendetail tentang kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan APBA 2012.    

Mualem menanggapinya, “Saya merasa wih weuh melihat perkembangan kinerja dinas pendidikan yang dalam laporan kegiatan dan anggarannya banyak diarahkan kepada pembangunan fisik,” kata Mualem.

“Sementara pengembangan mutu pendidikan seperti tidak menjadi perhatian utama. Hal ini akan sangat merugikan anak bangsa untuk masa yang akan datang”.

Kritik yang sama juga disampaikan Mualem untuk Dinas Kesehatan. “Meskipun tidak dipaparkan secara mendetail di sini, namun sudah menjadi pengetahuan umum bahwa pelayanan kesehatan kita masih anjlok,” kata Mualem.

“Ke depan masalah pendidikan dan kesehatan akan menjadi tumpuan utama pembangunan.”

Adapun Doto Zaini mengatakan bahwa ia sedikit bingung dengan laporan yang terlalu banyak akronim.

 “Ada sedikit kebingungan saya dalam memahami singkatan-singkatan yang digunakan dalam pemaparan tadi karena di Indonesia terlalu banyak istilah-istilah yang disingkat,”  katanya.

“Mungkin saya memerlukan kamus khusus singkatan nantinya dan saya juga minta diajarkan untuk bisa memahami setiap singkatan-singkatan karena hal itu di luar negeri tidak lazim digunakan.”

Di sini, Doto mengimbau agar ke depan SKPA bisa bekerja sama dengannya dan Mualem sebagai sebuah tim yang solid dengan mengedepankan keikhlasan, kejujuran, dan transparan.

“Fungsi pemerintah adalah jembatan untuk masyarakat dan jangan sebaliknya masyarakat menjadi jembatan pemerintahan,” kata Zaini. “Jangan kita mempertanyakan apa yang harus diberikan negara kepada kita, tetapi tanyalah pada diri kita sendiri apa yang bisa kita berikan kepada negara.”

*****

PELANTIKAN Zaini-Muzakir sebagai Kepala Pemerintahan Aceh akan berlangsung akhir Juni mendatang. Kepastian ini sudah disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Gubernur Tarmizi pekan lalu.

Doto-Mualem menuju puncak kepemimpinan formal di Aceh setelah meraih suara 55 persen dari 3,2 juta pemilih di Aceh pada pemungutan suara 9 April lalu.

Pasangan dua generasi mantan elite GAM ini telah melewati hari-hari Pilkada Aceh  dengan penuh dinamika politik. Diusung Partai Aceh, pasangan Zaini-Muzakir mengawali langkah politiknya dalam posisi tidak diunggulkan.

Di awal 2011, sejumlah survei menempatkan mereka pada posisi paling bawah. Mereka juga dianggap kurang populer dibandingkan dengan tokoh incumbent, seperti mantan Gubernur Irwandi Yusuf dan mantan Wakil Gubernur Muhamad Nazar.

Bahkan, Zaini-Muzakir sempat tak mendaftarkan diri pada Pilkada Aceh. Ini dilakukan lantaran komitmennya dalam mempertahankan Undang-undang Pemerintah Aceh yang memang mereka perjuangkan ketika masih berada dalam Gerakan Aceh Merdeka. “Pilkada Aceh menjadi sangat tak berarti ketika pemerintah melanggar komitmen yang disepakati bersama,” kata Mualem.

Masalahnya, ada sebuah komitmen yang tertuang dalam MoU Helsinki yang cedera ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan menghidupkan kembali calon perseorangan dalam Pilkada Aceh.

Sejatinya, calon perseorangan hanya berlaku sekali pada Pilkada Aceh 2006. Ini pun sebenarnya bertujuan untuk menampung mantan GAM yang ingin berpolitik secara formal sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia.

Namun, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya di akhir 2010 mengabulkan gugatan itu dan menghidupkan kembali calon perseorangan dalam Pilkada Aceh. Para mantan elite GAM yang tergabung dalam Partai Aceh dan menguasai Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), menentang putusan ini. Mereka berpegang pada aturan dalam UUPA yang menyebutkan bahwa jika hendak mengubah butir-butir UUPA, DPRA diajak berembuk.

Merasa dilangkahi, DPRA ikut menentang putusan MK sehingga Pilkada Aceh berubah menjadi arena konflik regulasi. Dari sini, lahirlah koalisi 17 Partai Politik di Aceh. Mereka berembuk menyelesaikan konflik regulasi dengan Pemerintah Pusat di Jakarta. Itulah sebabnya, muncul kesepakatan jeda politik pada bulan ramadhan tahun lalu.

Di tengah ketidakpastian itu, Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh menetapkan jadwal Pilkada Aceh yang pemilihannya ditetapkan pada November 2011 untuk seluruh Aceh dalam pemilihan gubernur dan 17 calon bupati/walikota.

Calon Gubernur Aceh, yaitu Irwandi, Abi Lampisang, dan Muhammad Nazar, mendaftarkan diri. Irwandi dan Abi Lampisang mendaftar melalui jalur perseorangan. Nazar diusung Partai Demokrat. Sikap ini diikuti puluhan pasangan calon yang berbondong-bondong mendaftar untuk pimpinan di level tingkat II.

Sebaliknya, tak satu pun pasangan calon dari Partai Aceh yang mencalonkan diri. Tentu saja termasuk Zaini-Muzakir. “Bagi kami, tak ada pilkada jika tanpa kehormatan bagi Aceh,” kata Muzakir.

Kementerian Dalam Negeri menyadari bahwa tanpa kehadiran Partai Aceh, legitimasi Pilkada Aceh tentu menjadi sangat buruk. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Prof. Djohermansyah, bolak-balik datang ke Aceh berembuk dengan elit Partai Aceh, termasuk berdiskusi dengan Pemangku Wali Nanggroe Malik Mahmud.

Djohermansyah juga bersedia meneken sebuah nota kesepahaman dengan Muzakir Manaf. Isinya menyebutkan bahwa urusan UUPA benar-benar harus melibatkan DPRA agar hubungan Depdagri dengan Aceh menjadi harmonis.

Bahkan, Kementerian Dalam Negeri dan Partai Aceh bersama-sama menggugat penjadwalan yang ditetapkan KIP ke MK. Akhirnya, MK menunda Pilkada Aceh dengan pertimbangan utamanya adalah kenyamanan dan keselamatan Aceh. Akhirnya, Zaini-Muzakir pun mendaftar dalam Pilkada Aceh, diikuti seluruh kandidat Partai Aceh di kabupaten dan kota.

Setelah pemungutan suara, muncul sebuah fakta; Zaini-Muzakir memiliki kekuatan yang sangat besar. Memenangkan Pilkada Aceh dengan perolehan suara mencapai 55 persen. Mereka memenangkan Pilkada Aceh dalam satu putaran mengalahkan calon dari incumbent dan calon yang diusung parta-partai nasional lainnya.

Calon yang paling diunggulkan, Irwandi Yusuf, hanya memperoleh 29 persen suara, bahkan Muhammad Nazar hanya mendapatkan 7 persen suara. Selebihnya, terbagi untuk dua kontestan lain, yaitu Profesor Darni Daud dan Abi Lampisang.

Walau sempat menyoal hasil Pilkada Aceh dan MK menolak gugatannya, Irwandi Yusuf tetap mengucapkan selamat untuk pasangan Zaini-Muzakir. "Kami mengucapkan selamat kepada Tim Pemenangan Zikir yang telah bekerja sangat gigih dengan cara-cara dan strategi jitu yang telah berhasil mengantarkan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf ke puncak kekuasaan Aceh periode 2012-2017."

*****

BENARKAH strategi Tim Pemenangan Zikir sangat jitu? Pengamat politik dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Saifuddin Bantasyam, melihat sejumlah titik penting yang menyebabkan Zaini-Muzakir menang. “Antara lain ada tiga hal,” kata Direktur Pusat Studi Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Syiah Kuala dan merupakan Mahasiswa Program Doktor University Sains Malaysia ini.

Menurut Saifuddin, salah satu point pentingnya adalah jargon pasangan perjuangan dan perdamaian. “Aceh sebagai daerah bekas konflik. Ketika ada pasangan yang mengusung jargon perjuangan dan perdamaian, hal itu akan sangat mendapat sambutan yang baik dari masyarakat,” kata Saifuddin. Pengusung jargon itu tak lain adalah Zaini-Muzakir.

Kendati demikian, Saifuddin tak menafikan bahwa calon-calon lain seperti Irwandi dan Nazar juga ikut memperjuangkan perdamaian. “Tetapi ketika yang berbicara itu dari Partai Aceh, maka akan sangat mendapat dukungan. Mereka mantan Gerakan Aceh Merdeka yang langsung bersentuhan dengan perjanjian damai itu sendiri,” katanya. “Jadi, masyarakat memandang akan menjadi masalah jika PA tak terlibat dalam Pilkada Aceh.”

Zaini-Muzakir, kata Saifuddin, didukung partai pemilik kekuatan besar di tujuh daerah pesisir yang justru sangat menentukan kemenangan dalam Pilkada Aceh. Bahkan, pendukung Partai Aceh di kantong-kantong suara itu sangat militan. “Mereka tak mengenal lelah, juga tak memiliki rasa takut,” katanya.

Dari kandidat lain, Saifuddin, menyebutkan ada juga milintasi pendukung. “Misalnya Irwandi, namun dia maju lewat jalur perseorangan yang strukturnya tak cukup kuat, sedangkan Partai Aceh strukturnya mengakar sampai ke bawah. Mesin politik Partai Aceh sangat hidup,” katanya.

Saifuddin mengatakan bahwa Partai Aceh juga memiliki kekuatan logistik yang sangat kuat. “Itu bisa dari mana saja, bisa dari masyarakat pendukungnya, dari DPR yang mayoritas dari Partai Aceh, maupun dari pengusaha yang mendukung mereka sehingga mereka mampu menggunakan berbagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan politiknya ke masyarakat,” katanya.

Adapun Ketua Tim Pemenangan Zikir, Kamaruddin Abubakar, melihat kemenangan Zaini-Muzakir lantaran Pilkada Aceh 2012 menjadi titik penentuan apakah perjuangan Partai Aceh akan berakhir atau terus berlanjut. “Kami sadar benar ketika Doto Zaini dan Panglima Muzakir Manaf diusung Partai Aceh. Ini artinya tidak main-main,” kata mantan Panglima Operasi Komando Pusat GAM yang bernama panggilan Aburazak itu.

Itulah sebabnya, kata Wakil Ketua Umum Partai Aceh ini, seluruh jajaran setia KPA dan PA menyadari benar bahwa mereka jangan sampai membuat Pemangku Wali Nangroe Malik Mahmud melihat sebuah kegagalan. “Hal ini menjadi matlamat yang mendorong kami bekerja sungguh-sungguh untuk menang. Saya berterima kasih kepada seluruh tim pemenangan yang bekerja tanpa mengenal lelah,” katanya.

Adapun Sekretaris Pemenangan Zikir, Kautsar, memiliki pandangan tersendiri. Anak muda kelahiran 22 November 1977, yang memang sudah mengakar di kalangan kombatan GAM ini, mengakui pada tahap awal mereka kerepotan menghadapi calon dari incumbent. “Namun, setelah Mualem membenahi PA/KPA, kami bisa melaksanakan tugas dengan baik,” katanya.

Selain itu, katanya, Tim Pemenangan Zikir juga diuntungkan oleh perlawanan dari kandidat lain yang menginginkan adanya calon perseorangan di Aceh. “Ternyata, gerakan mereka melukai perasaan orang-orang Aceh yang risau akan terjadinya pengkhianatan kembali dari Jakarta. Semakin kuat dengungan perlunya calon independen di Aceh bersimetris dengan bertambah point-nya  kepada Zaini-Muzakir,” katanya. 

“Kami memiliki waktu yang sangat sempit untuk berkampanye, tapi memiliki waktu yang cukup untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa Doto dan Mualem adalah satu-satunya kandidat yang concern dengan UUPA dan MoU Helsinki.” 

Kautsar, mengibaratkan tim yang dimiliki Zaini-Muzakir sebagai klub sepak bola yang sempurna. “Kami memiliki orang-orang yang tepat pada setiap lini yang diperlukan,” katanya.

Apalagi, kata Kautsar, Partai Aceh membuka diri sangat luas untuk masyarakat yang ingin bergabung dalam Tim Pemenangan Zaini-Muzakir. “Karena itu, masuklah orang-orang sekaliber Mayjen (Purn) Soenarko dan juga ada Humam Hamid,” katanya.

Doktor Humam Hamid? Ya ini adalah sosok akademisi yang kini bergelar seorang professor. Namun, Humam menolak jika disebutkan dia menjadi salah satu sosok penting dalam pemenangan Zaini-Muzakir. “Pernyataan seperti itu sangat keliru. Zaini dan Muzakir itu tokoh-tokoh Aceh yang memiliki karisma tersendiri di mata masyarakat Aceh,” kata Humam.

Kata Humam, pasangan Zaini-Muzakir memiliki struktur pemenangan yang sangat baik dan kuat. “Di situ bekerja sistem Partai Aceh yang sangat bagus, memiliki semangat, dan loyalitas yang tinggi. Mereka mampu bekerja keras tanpa mengharapkan imbalan apapun. Mereka orang-orang yang ikhlas,” katanya. “Tak pantas rasanya jika orang-orang di luar PA dan KPA berani menyatakan dirinya berkontribusi besar untuk Zaini-Muzakir. Itu salah besar.”

“Posisi saya, juga Kautsar dan teman-teman,  ibarat suplemen saja. Sebenarnya, kami tak begitu penting bagi sosok yang kuat sekelas Zaini-Muzakir,” kata Humam. “Namun, itulah mereka, memang orang besar yang rendah hati, dan masukan serta kritik dari mana pun mereka menerimanya dengan lapang dada.”

Tak lupa Humam mengkritik pengamat dan survei yang meleset dalam memprediksi Zaini-Muzakir. “Mereka menempatkan Zaini-Muzakir sebagai pasangan yang tak mendapat tempat dalam Pilkada Aceh. Padahal, tak seorang pun di Aceh yang memiliki jaringan yang kuat selain Zaini-Muzakir.”

 *****

TAK terasa, pertemuan selama satu setengah jam di ruangan itu sudah tiba pada titik akhir. Tibalah saatnya Zaini-Muzakir berpamitan. Gubernur Tarmizi menyampaikan pesan kepada pasangan Gubernur dan Wakil Aceh periode 2012-2017 itu, bahwa pejabat yang ada di ruangan itu akan bekerja secara profesional.
Zaini dan Muzakir mengangguk tersenyum. “Insyaallah,” kata Doto Zaini. []

Tulisan ini sudah ditulis di The Atjeh Times (tabloid mingguan satu group dengan media online www.atjehpost.com)

sumber : atjehpost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar