DATA tentang sejarah berdirinya Kesultanan Lamuri
masih simpang siur. Tapi sejarah juga mencatat kerajaan ini ada sebelum
Kesultanan Aceh Darussalam. Disebut pula Lamuri adalah cikal bakal Kesultanan
Aceh Darussalam.
Lamuri punya banyak nama: Lambri, Ramni, dan
Lanli. Penulis Tionghoa Zhao Rugua bahkan menyebut Lanwuli untuk Lamuri. Ia
menuliskan setiap tahun Lanwuli mengirim upeti ke San-fo-chi atau Sriwijaya.
Sedangkan nama Lanli dalam sebuah catatan pada
960 Masehi, disebutkan tempat itu persinggahan utusan-utusan dari Parsi saat
kembali dari China setelah menempuh perjalanan selama 40 hari.
Ada juga yang menyebutkan jika Lamuri merupakan
daerah yang diakui Majapahit sebagai bawahannya. Tapi, penulis Portugis, Tomé
Pires, mencatat bahwa Lamuri tunduk kepada Raja Aceh. Lamuri, kata Pires,
letaknya di antara Aceh Darusalam dan wilayah Biheue (Pidie). Artinya, wilayah Lamuri
meluas dari pantai hingga ke daerah pedalaman.
Pada masa itu Lamuri dapat disejajarkan dengan
bandar-bandar perdagangan terkenal lainnya di Asia Tenggara seperti Barus, Kota
Cina, Kampei di Sumatera Utara, Pasai, Tumasik di Singapura, dan Melaka.
W. P. Groeneveldt, ahli sejarah Belanda
menyebutkan Kesultanan Lamuri terletak di sudut barat laut Pulau Sumatera. Ahli
sejarah lainnya, H. Ylue mengatakan Lamuri pernah disinggahi pertama kali oleh
para pedagang dan pelaut dari Arab serta India.
Berdasarkan sumber-sumber berita dari pedagang
Arab, Kesultanan Lamuri telah ada sekitar tahun 900-an Masehi.
Pada awal abad ini, Kerajaan Sriwijaya telah
menjadi sebuah kerajaan yang menguasai dan memiliki banyak daerah taklukan.
Pada 943 Masehi, Lamuri tunduk di bawah kekuasaan Sriwijaya.
Meski tunduk, Kesultanan Lamuri tetap mendapatkan
haknya sebagai kerajaan Islam yang berdaulat. Hanya saja, kesultanan ini
memiliki kewajiban mempersembahkan upeti, memberikan bantuan jika diperlukan,
dan juga datang melapor ke Sriwijaya jika memang diperlukan.
Menurut sebuah historiografi Hikayat Melayu,
Lamuri daerah kedua di Sumatera yang diislamkan oleh Syaikh Ismail sebelum ia
mengislamkan Kesultanan Samudera Pasai.
Pada 1030 Masehi, Lamuri pernah diserang oleh
Kerajaan Chola di bawah kepemimpinan Raja Rayendracoladewa I. Lamuri kalah
meski memberikan perlawanan sangat hebat. Bukti perlawanan tersebut
mengindikasikan bahwa Lamuri bukan kerajaan kecil karena terbukti sanggup
memberikan perlawanan yang tangguh terhadap kerajaan besar seperti Chola.
Pada akhir abad ke-15, pusat pemerintahan
Kesultanan Lamuri dipindahkan ke Makota Alam, kini dinamakan Kuta Alam, Banda
Aceh, yang terletak di sisi utara Krueng Aceh. Pemindahan itu karena ada
serangan dari Kerajaan Pedir (Pidie) dan pendangkalan muara sungai. Sejak saat
itu, nama Kesultanan Lamuri berganti menjadi Kesultanan Makota Alam.
Lalu pada 1513 Masehi, Kesultanan Lamuri beserta
dengan Kerajaan Pase, Daya, Lingga, Pedir (Pidie), Perlak, Benua Tamian, dan
Samudera Pasai bersatu menjadi Kesultanan Aceh Darussalam di bawah kekuasaan
Sultan Ali Mughayat Syah (1496-1528).
Data letak Lamuri memang masih beragam, tapi
prediksinya adalah di teluk sekitar Krueng Raya.
Teluk itu bernama Bandar Lamuri. Kata “Lamuri”
sebenarnya merujuk pada “Lamreh” di Pelabuhan Malahayati (Krueng Raya). Seperti
dikutip melayuonline.com,
Istana Lamuri sendiri berada di tepi Kuala Naga (kemudian menjadi Krueng Aceh)
di Kampung Pande sekarang ini dengan nama Kandang Aceh.
Pada 2007, di situs bekas Kerajaan Lamuri ini
terdapat makam Sultan Sulaiman (wafat 1211), penguasa pertama di Indonesia yang
diketahui menyandang gelar sultan. Penemuan arkeologis terbaru pada 2007
mengungkapkan adanya nisan Islam tertua di Asia Tenggara yaitu pada 1071
Masehi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar